Waktu kuliah di STAN semester 5, ada satu makul yang menarik
menurut saya. Makul itu adalah makul budaya nusantara. Di dalam materi
tersebut, kami diajarkan untuk mempelajari kebudayaan suku-suku yang ada di
Indonesia. Seperti yang kita tahu, suku di Indonesia sangat banyak dan
masing-masing punya kebudayaan sendiri yang unik dan eksotis. Apalagi lulusan
dari STAN insya Allah akan ditempatkan di mana saja di seluruh Indonesia. Jadi,
mau tidak mau kami harus mempelajari budaya-budaya tersebut agar tidak terjadi
salah paham karena tidak mengetahui budaya tempat kita bekerja.
Untuk postingan yang pertama ini, saya ingin mengangkat
budaya Betawi. Kenapa Betawi? Karena budaya Betawi inilah yang pertama kali
saya dan kelompok saya (Agatha,Laras,Rifki,Waris,Trio,Dita,Reyza, dan Hasan)
buat presentasinya untuk dipresentasikan di depan kelas sebagai pemenuhan tugas
yang diberikan oleh bu Woro Aryandini. Langsung aja biar g kelamaan, silahkan
menikmati J
BUDAYA BETAWI
1.
Letak keberadaan
Suku Betawi sebagian besar berada di sekitaran Jakarta.
2.
Asal usul
Menurut antropolog dari Universitas Indonesia, Dr. Yasmine Zaki Shahab, MA
memperkirakan, etnis Betawi baru terbentuk sekitar seabad lalu, antara tahun 1815-1893.
Perkiraan ini didasarkan atas studi sejarah demografi penduduk Jakarta yang
dirintis sejarawan Australia, Lance Castle.
Di zaman kolonial Belanda, pemerintah selalu melakukan sensus, yang dibuat
berdasarkan bangsa atau golongan etnisnya. Dalam data sensus penduduk Jakarta
tahun 1615
dan 1815,
terdapat penduduk dari berbagai golongan etnis, tetapi tidak ada catatan
mengenai golongan etnis Betawi. Pengakuan terhadap adanya orang Betawi sebagai
sebuah kelompok etnis dan sebagai satuan sosial dan politik dalam lingkup yang
lebih luas, yakni Hindia Belanda, baru muncul pada
tahun 1923,
saat Husni Thamrin,
tokoh masyarakat Betawi mendirikan Perkoempoelan Kaoem
Betawi. Baru pada waktu itu pula segenap
orang Betawi sadar mereka merupakan sebuah golongan, yakni golongan orang
Betawi.
3.
Mata Pencaharian
sebelum era pembangunan orde baru, terbagi atas beberapa
profesi menurut lingkup wilayah (kampung) mereka masing-masing. Misalnya di kampung
Kemanggisan dan sekitar Rawabelong banyak dijumpai para petani kembang
(anggrek, kemboja jepang, dan lain-lain). Dan secara umum banyak menjadi guru,
pengajar, dan pendidik semisal K.H. Djunaedi, K.H. Suit, dan lain-lain.
Profesi pedagang dan
pembatik juga banyak dilakoni oleh kaum betawi. Petani dan tukang kebun
juga umum dilakoni oleh warga Kemanggisan. Kampung yang sekarang lebih
dikenal dengan Kuningan adalah tempat para peternak sapi perah. Ada juga Kampung
Kemandoran di mana tanahnya tidak sesubur di Kemanggisan. Mandor, bek, dan jagoan silat banyak
dijumpai disana semisal Ji'ih teman seperjuangan Pitung dari Rawabelong. Di
kampung Paseban banyak warga adalah kaum pekerja kantoran sejak zaman Belanda
dulu, meski kemampuan pencak silat mereka juga tidak diragukan. Guru, pengajar,
ustadz, dan profesi pedagang eceran juga kerap dilakoni. Warga Tebet
aslinya adalah orang-orang Betawi gusuran Senayan, karena saat Ganefo pada masa
Bung Karno menyebabkan warga Betawi eksodus ke Tebet dan sekitarnya untuk
"terpaksa" memuluskan pembuatan kompleks olahraga Gelora Bung Karno
yang kita kenal sekarang ini. Karena asal-muasal bentukan etnis mereka adalah
multikultur (orang Nusantara, Tionghoa, India, Arab, Belanda, Portugis, dan
lain-lain), profesi masing-masing kaum disesuaikan pada cara pandang bentukan
etnis dan bauran etnis dasar masing-masing.
4.
Perilaku khas
Orang Betawi memiliki jiwa sosial yang tinggi. Tapi terkadang terlalu
berlebihan sehingga sering terjadi tawuran antar kampung. Orang Betawi juga
menghargai pluralitas, hal ini terbukti dengan mudah membaurnya orang Betawi
dengan warga pendatang. Selain itu, mereka juga sangat menghargai kebudayaan
asli mereka.
Pada saat seseorang dari suku mereka sedang mengadakan hajatan, sang tuan
rumah tidak akan membuang sampah tersebut. Karena dengan banyaknya sampah yang
ada menunjukkan status sosial mereka. Semakin banyak sampah berarti semakin tinggi
status sosial sang tuan rumah.
Bahasa yang mereka gunakan adalah bahasa melayu yang menurut saya sudah
termodifikasi. Mereka menggunakan bahasa melayu karena tempat mereka tinggal
merupakan salah satu pusat perdagangan yang terkenal. Banyak pedagang yang
berasal dari arab, india, china, dan bahkan eropa yang singgah. Untuk memudahkan
dalam perdagangan, terjadi kesepakatan tidak tertulis bahwa bahasa yang
digunakan adalah bahasa melayu. Bentuk modifikasi mereka adalah mengubah huruf “a”
yang ada di akhir kata menjadi “e” seperti kata “net”. Contohnya adalah berape’,
kenape’,die’.
5.
Sistem kekerabatan
Orang Betawi tidak menganut sistem kekerabatan yang khusus seperti Batak
yang patrilineal atau Minang yang matrilineal. Bisa disebut juga mereka
menganut sistem kekerabatan bilineal. Hal ini disebabkan mereka tidak
membedakan anak lelaki dan perempuan.
6.
Beladiri dan senjata
Jika membicarakan suku Betawi, tentu kita tidak bisa melupakan tentang
beladiri khasnya dan senjata-senjata yang sering digunakan. Beladiri asli
Betawi adalah silat. Silat di Betawi memiliki banyak aliran seperti Cimande,
Cingkrik, Sabeni, dan aliran-aliran lain. Perbedaan aliran-aliran tersebut biasanya disebabkan
oleh perbedaan tempat tinggal orang Betawi itu sendiri. Kebanyakan para pesilat
Betawi selalu membawa golok sebagai senjata mereka. Selain golok, masih ada
senjata lain yang disebut cundrik. Asal dari senjata cundrik ini adalah senjata
yang digunakan oleh seorang resi wanita (nama resinya lupa, jadi g disebutin). Bentuknya
seperti pisau kecil (bahkan bisa dibilang mirip tusuk konde).
7.
Pernikahan ala Betawi
Salah satu yang khas dari Betawi adalah cara pernikahannya yang unik. Bentuk
upacara pernikahannya adalah sebagai berikut:
a. Ngedelengin
Untuk sampai ke jenjang pernikahan, sepasang muda-mudi Betawi (sekarang)
biasanya melalui tingkat pacaran yang disebut berukan. Masa ini dapat diketahui oleh orangtua kedua belah pihak,
tetapi tidak asing kalau orangtua kedua belah pihak tidak mengetahui anaknya
sedang pacaran saja.
Sistem pernikahan pada masyarakat Betawi pada dasarnya mengikuti hukum
Islam, kepada siapa mereka boleh atau dilarang mengadakan hubungan perkawinan.
Dalam mencari jodoh, baik pemuda maupun pemudi Betawi bebas memilih teman hidup
mereka sendiri. Karena kesempatan untuk bertemu dengan calon teman hidup itu
tidak terbatas dalam desanya, banyak perkawinan pemuda pemudi desa Betawi
terjadi dengan orang dari lain desa. Namun demikian, persetujuan orangtua kedua
belah pihak tetap sangatlah penting, meskipun terjadi perkawinan bukan dengan
yang berasal dari Betawi, karena mereka yang akan membantu terlaksananya
pernikahan tersebut.
Biasanya prosedur yang ditempuh sebelum terlaksananya pernikahan adat
adalah dengan perkenalan langsung antara pemuda dan pemudi. Bila sudah ada
kecocokan, orangtua pemuda lalu melamar ke orangtua si gadis. Masa perkenalan
antara pria dan wanita pada budaya Betawi zaman dulu tidak berlangsung begitu
saja atau terjadi dengan sendirinya. Akan tetapi, diperlukan Mak Comblang
seperti Encing atau Encang(Paman dan bibi) yang akan
mengenalkan kedua belah pihak.
Istilah lain yang juga dikenal dalam masa perkenalan sebelum pernikahan
dalam adat Betawi adalah ngedelengin. Dulu, di daerah tertentu ada kebiasaan
menggantungkan sepasang ikan bandeng di depan rumah seorang gadis bila si gadis
ada yang naksir. Pekerjaan menggantung ikan bandeng ini dilakukan oleh Mak
Comblang atas permintaan orangtua si pemuda. Hal ini merupakan awal dari tugas
dan pekerjaan ngedelengin.
Ngedelengin bisa dilakukan siapa saja termasuk si jejaka sendiri. Pada
sebuah keriaan atau pesta perkawinan biasanya ada malem mangkat. Keriaan
seperti ini melibatkan partisipasi pemuda. Di sinilah ajang tempat bertemu dan
saling kenalan antara pemuda dan pemudi. Ngedelengin juga bisa dilakukan oleh
orangtua walaupun hanya pada tahap awalnya saja.
Setelah menemukan calon yang disukai, kemudian Mak Comblang mengunjungi
rumah si gadis. Setelah melalui obrolan dengan orangtua si gadis, kemudian Mak
Comblang memberikan uang sembe (angpau) kepada si gadis. Kemudian
setelah ada kecocokan, sampailah pada penentuan ngelamar. Pada saat itu Mak
Comblang menjadi juru bicara perihal kapan dan apa saja yang akan menjadi
bawaan ngelamar.
b. Nglamar
Bagi orang Betawi, ngelamar adalah pernyataan dan permintaan resmi dari
pihak keluarga laki-laki (calon tuan mantu) untuk melamar wanita (calon none
mantu) kepada pihak keluarga wanita. Ketika itu juga keluarga pihak laki-laki
mendapat jawaban persetujuan atau penolakan atas maksud tersebut. Pada saat
melamar itu, ditentukan pula persyaratan untuk menikah, di antaranya mempelai
wanita harus sudah tamat membaca Al Quran. Yang harus dipersiapkan dalam
ngelamar ini adalah:
1) Sirih lamaran
2) Pisang raja
3) Roti tawar
4) Hadiah Pelengkap
5) Para utusan yang terdiri atas: Mak Comblang, dua pasang wakil orang
tua dari calon tuan
mantu terdiri dari sepasang
wakil keluarga ibu dan bapak.
c. Bawa tande putus
Tanda putus bisa berupa apa saja. Tetapi biasanya pelamar dalam adat
betawimemberikan bentuk cincin belah rotan sebagai tanda putus. Tande putus
artinya bahwa none calon mantu telah terikat dan tidak lagi dapat diganggu
gugat oleh pihak lain walaupun pelaksanaan tande putus dilakukan jauh sebelum
pelaksanaan acara akad nikah.
Masyarakat Betawi biasanya melaksanakan acara ngelamar pada hari Rabu dan
acara bawa tande putus dilakukan hari yang sama seminggu sesudahnya. Pada acara
ini utusan yang datang menemui keluarga calon none mantu adalah orang-orang
dari keluarga yang sudah ditunjuk dan diberi kepercayaan. Pada acara ini
dibicarakan:
1) Apa cingkrem (mahar) yang diminta
2) Nilai uang yang diperlukan untuk resepsi pernikahan
3) Apa kekudang yang diminta
4) Pelangke atau pelangkah kalau ada abang atau empok yanng dilangkahi
5) Berapa lama pesta dilaksanakan
6) Berapa perangkat pakaian upacara perkawinan yang digunakan calon none
mantu ada
acara resepsi
7) Siapa dan berapa banyak undangan.
d. Akad Nikah
Sebelum diadakan akad nikah secara adat, terlebih dahulu harus dilakukan
rangkaian pra akad nikah yang terdiri dari:
1) Masa dipiare, yaitu masa calon none mantu dipelihara oleh tukang piara
atau tukang rias. Masa piara ini dimaksudkan untuk mengontrol kegiatan,
kesehatan, dan memelihara kecantikan calon none mantu untuk menghadapi hari
akad nikah nanti.
2) Acara mandiin calon pengatin wanita yang dilakukan sehari sebelum akad
nikah. Biasanya, sebelum acara siraman, mempelai wanita dipingit dulu selama
sebulan oleh dukun manten atau tukang kembang. Pada masa pingitan itu, mempelai
wanita akan dilulur dan berpuasa selama seminggu agar pernikahannya kelak
berjalan lancar.
3) Acara tangas atau acara kum. Acara ini identik dengan mandi uap yang
tujuanya untuk membersihkan bekas-bekas atau sisa-sisa lulur yang masih
tertinggal. Pada prosesi itu, mempelai wanita duduk di atas bangku yang di
bawahnya terdapat air godokan rempah-rempah atau akar pohon Betawi. Hal
tersebut dilakukan selama 30 menit sampai mempelai wanita mengeluarkan keringat
yang memiliki wangi rempah, dan wajahnya pun menjadi lebih cantik dari biasanya.
4) Acara ngerik atau malem pacar. Dilakukan prosesi potong cantung atau
ngerik bulu kalong dengan menggunakan uang logam yang diapit lalu digunting.
Selanjutnya melakukan malam pacar, di mana mempelai memerahkan kuku kaki dan
kuku tangannya dengan pacar.
Setelah rangkaian tersebut dilaksanakan, masuklah pada pelaksanaan akad
nikah. Pada saat ini, calon tuan mantu berangkat menunju rumah calon none mantu
dengan membawa rombongannya yang disebut rudat. Pada prosesi akad nikah,
mempelai pria dan keluarganya mendatangi kediaman mempelai wanita dengan
menggunakan andong atau delman hias. Kedatangan mempelai pria dan keluarganya
tersebut ditandai dengan petasan sebagai sambutan atas kedatangan mereka.
Barang yang dibawa pada akad nikah tersebut antara lain:
1) sirih nanas lamaran
2) sirih nanas hiasan
3) mas kawin
4) miniatur masjid yang berisi
uang belanja
5) sepasang roti buaya
6) sie atau kotak berornamen Cina
untuk tempat sayur dan telor asin
7) jung atau perahu cina yang
menggambarkan arungan bahtera rumah tangga
8) hadiah pelengkap
9) kue penganten
10) kekudang artinya suatu barang atau makanan atau apa saja yang sangat
disenangi oleh
none calon mantu sejak kecil
sampai dewasa
Pada prosesi ini mempelai pria betawi tidak boleh sembarangan memasuki
kediaman mempelai wanita. Maka, kedua belah pihak memiliki jagoan-jagoan untuk
bertanding, yang dalam upacara adat dinamakan “Buka Palang Pintu”. Pada prosesi
tersebut, terjadi dialog antara jagoan pria dan jagoan wanita, kemudian
ditandai pertandingan silat serta dilantunkan tembang Zike atau lantunan
ayat-ayat Al Quran. Semua itu merupakan syarat di mana agar akhirnya mempelai
pria diperbolehkan masuk untuk menemui orang tua mempelai wanita.
Pada saat akad nikah,
mempelai wanita Betawi memakai baju kurung dengan teratai dan selendang sarung
songket. Kepala mempelai wanita dihias sanggul sawi asing serta kembang goyang
sebanyak 5 buah, serta hiasan sepasang burung Hong. Kemudian pada dahi mempelai
wanita diberi tanda merah berupa bulan sabit yang menandakan bahwa ia masih
gadis saat menikah.
Sementara itu, mempelai pria
memakai jas Rebet, kain sarung plakat, hem, jas, serta kopiah, ditambah baju
gamis berupa jubah Arab yang dipakai saat resepsi dimulai. Jubah, baju gamis,
dan selendang yang memanjang dari kiri ke kanan serta topi model Alpie menjadi
tanda haraan agar rumah tangga selalu rukun dan damai.
Setelah upacara pemberian
seserahan dan akad nikah, mempelai pria membuka cadar yang menutupi wajah
pengantin wanita untuk memastikan apakah benar pengantin tersebut adalah
dambaan hatinya atau wanita pilihannya. Kemudian mempelai wanita mencium tangan
mempelai pria. Selanjutnya, keduanya diperbolehkan duduk bersanding di
pelaminan (puade). Pada saat inilah dimulai rangkaian acara yang dkenal dengan
acara kebesaran. Adapun upacara tersebut ditandai dengan tarian kembang Jakarta
untuk menghibur kedua mempelai, lalu disusul dengan pembacaan doa yang berisi
wejangan untuk kedua mempelai dan keluarga kedua belah pihak yang tengah
berbahagia.
e. Acare Negor
Sehari setelah akad nikah, Tuan Penganten diperbolehkan nginep di rumah
None Penganten. Meskipun nginep, Tuan Penganten tidak diperbolehkan untuk
kumpul sebagaimana layaknya suami-istri. None penganten harus mempertahankan
kesuciannya selama mungkin. Bahkan untuk berbicara, None penganten harus jaga
gengsi dan jual mahal. Meski begitu, kewajiban sebagai istri harus dijalankan
seperti melayani suami untuk makan, minum, dan menyiapkan peralatan mandi.
Untuk menghadapi sikap tersebut, Tuan Penganten menggunakan strategi
yaitu dengan mengungkapkan kata-kata yang indah dan juga memberikan uang tegor.
Uang tegor ini diberikan tidak secara langsung tetapi diselipkan atau
diletakkan di bawah taplak meja atau di bawah tatakan gelas.
f. Pulang Tige Ari
Acara ini berlangsung setelah tuan raje muda bermalam beberapa hari di
rumah none penganten. Di antara mereka telah terjalin komunikasi yang harmonis.
Sebagai tanda kegembiraan dari orangtua Tuan Raje Mude bahwa anaknya memperoleh
seorang gadis yang terpelihara kesuciannya, maka keluarga tuan raje mude akan
mengirimkan bahan-bahan pembuat lakse penganten kepada keluarga none mantu.
g. Adat Menetap setelah Menikah
Dalam masyarakat dan kebudayaan Betawi, adat tidak menentukan di
lingkungan mana pengantin baru itu harus tinggal menetap. Pengantin baru diberi
kebebasan memilih di mana mereka akan menetap. Walaupun pada masyarakat dan
kebudayaan Betawi berlaku pola menetap yang ambilokal atau utrolokal, tetapi
ada kecenderungan pada pola menetap yamg matrilokal atau unorilokal dewasa ini.
8.
Kesenian
a.
Musik
Musik Betawi merupakan perpaduan antara musik Arab, China, dan Portugis
(walaupun tidak hanya dalam musik saja, tetapi dalam hal bahasa dan pernikahan
juga). Hal tersebut bisa terlihat dalam alat musiknya seperti rebana (arab),
gambang kromong (china), dan terompet (portugis). Bentuk musiknya berupa musik
keroncong. Lagu-lagu daerahnya seperti keroncong kemayoran, jali-jali, dan lain-lain.
b.
Seni Tari
Di Betawi juga memiliki seni tari. Bentuk tarian mereka yang terkenal
adalah Jaipong (pengaruh dari Sunda), tari Japin (pengaruh dari Arab), dan
Cokek (pengaruh dari China). Selain itu ada juga ondel-ondel.
c.
Seni Drama
Seni drama di Betawi sangatlah terkenal. Bahkan sudah meng-Indonesia. Seni
drama di Betawi disebut dengan nama Lenong. Banyak artis asal Betawi yang juga
merupakan seniman lenong yaitu Benyamin, Mpok Nori, Bolot, Mali, dan lain-lain.
Lenong ini biasanya menceritakan tentang tokoh Betawi seperti si Pitung atau
kehidupan sehari-hari masyarakat Betawi.
9.
Kuliner
Betawi memiliki kuliner yang khas. Diantaranya yang paling terkenal adalah
kerak telur, roti buaya, dan bir pletok.
Kerak telur adalah makanan yang dibuat dari telur yang dicampur dengan
beras ketan dan dimakan bersama kelapa gongseng (semacam srundeng).
Roti buaya adalah roti berbentuk buaya yang biasanya dipakai sebagai
seserahan saat pernikahan. Kenapa berbentuk buaya? Karena buaya adalah hewan
yang monogami dan setia kepada pasangannya (g kaya anggapan anak muda sekarang
kalau lelaki playboy malah dianggap buaya. Salah tuh!).
Kalau
biasanya bir itu haram karena ber-alkohol dan memabukkan, maka untuk bir yang
satu ini kita tidak perlu bingung dengan kehalalannya. Diberi nama bir pletok
karena kabarnya, di jaman dulu itu, dibuatnya di dalam tempurung kelapa yang
dikocok-kocok dan berbunyi 'pletak-pletok'. Bir pletok ini dibuat dari jahe,
gula pasir, sereh, daun pandan, daun jeruk purut, kayu manis, cengkeh, pala,
kayu secang dan air.
No comments:
Post a Comment